Nasi Padang Membara ; Sebuah Catatan Perjalanan

Juli 19, 2015
Setelah pendakian terakhir ke Merapi yang entah bulan kapan itu lupa, yang pasti sudah lama sekali, lebih dari 3 bulan mungkin. Lantas hasrat untuk kembali muncak timbul lagi ketika menjelang Ramadhan, biasanya bulan-bulan terakhir menjelang Ramadan gunung-gunung tak ubahnya seperti mall-mall menjelng Idul Fitri, ramai dan penuh sesak. Entah mengapa hasrat itu timbul disitu, apalagi pada waktu itu cuaca Jogja sangat bersahabat sekedar untuk menengok Merapi atau Merbabu, ditambah purnama yang indah, semakin ingin menikmatinya dari ketinggian. Ajakan-ajakan naik gunung pun berdatangan, namun apa daya angan hanya tinggal angan, karena dana tidak mencukupi dan waktu yang tidak bersahabat. Maka darinya, untuk mengentaskan dendam, diputuskanlah bahwa sehabis lebaran wajib hukumnya untuk naik gunung! Tak muluk-muluk, gunung yang ada tepat di depan rumah sebagai sasaran untuk balas dendam! Iya, gunung Guntur yang hanya berketinggian 2.249 mdpl
gunung Guntur  2.249 mdpl


Karena lebarannya hari jumat, maka tidak mungkin hari sabtu untuk balas dendam, karena masih suasana lebaran, maka diputuskanlah hari minggu untuk mendaki. Tadinya ada beberapa kawan juga yang akan ikut mendaki pada hari minggu, tapi entah mengapa mereka tidak jadi ikut, sedang yang satu orang yang tadinya galau antara ikut dan tidak malah jadi ikut. akhirnya pendakian hanya berdua.

Pendakian gunung Guntur pada hari minggu 19 Juli 2015, awalnya direncanakan untuk mulai mendaki pukul 7 pagi, meeting point di SPBU tanjung, tapi apa mau dikata sang partner pendakian jam 7 belum juga tiba, setelah di telpon ternyata dia baru siuman dari tidur singkatnya, tadinya kupikir dia tidak jadi ikut, maka kutinggalkanlah dia, dan berangkat ke tempat pak RT untuk menitip motor, sekalian laporan untuk pendakian. Sesampainya di rumah pak RT yang ada malah ngobrol panjang lebar mengenai galian pasir di daerah itu yang ternyat meresahkan warga, karena si penambang bukanlah warga sekitar melainkan para pekerja salah satu pengusaha yang juga sempat mencalonkan diri sebagai bupati Garut. Beliau bilang dengan banyaknya pendaki ke gunung Guntur, beliau senang karena kegiatan penambangan yang selama ini meresahkan dapat terhenti, bahkan Jabar 2 yang langsung memimpin penghentian operasi penambangan pasir tersebut. Beliau khawair jika penambangna pasir tersebut dilanjutkan terus menerus maka lama-lama gunung Guntur akan habis, lebih lanjut masyarakat tidak pernah merasakan dampak yang positif dai kegiatan penambangan tersebut.

Sekitar 30 menit perbincangan mengenai galian pasir dengan pak RT, tiba-tiba ada kabar untuk tidak segera melakukan pendakian kerena sang partner mau menyusul, dan tidak lama berselang datang lagi kabar kalau sang partner minta dijemput dengan alasan macet. Iya, mau tidak mau harus turun lagi untuk menjemput sang partner, akhirnya pendakian baru bisa dilakukan pukul 8;30 pagi, dari rencana awal pukul 7:00. tapi tak apa toh salahsatu tujuan dari naik gunung juga untuk menghabiskan waktu!.

Perjalanan pun dimulai dengan semangat, walau cuaca sudah mulai menyengat. Beberapa kali kami harus beristirahat, mencari tempat untuk berteduh, karena dari tempat pak RT sampai pada titik galian pasir paling ujung hampir tidak ada pohon rindang, cuaca panas, jalan berpasir dan berdebu, belum lagi jika ada truk pengangkut pasir yang lewat, rasanya itu adalah jalur tengkorak. Tiba di akses masuk menuju Curug Citiis, pepohonan mulai rindang, udara mulai sejuk dan rasanya memang seperti jalan-jalan di gunung, tapi semuanya berubah setelah sampai di pos 3. Kami tiba di Pos 3 sekitar pukul 11:00, memang perjalanan bisa dikatakan agak lambat, karena cuaca yang begitu panas di bawah.

Pos 3 ini adalah pos terakhir yang masih punya cadangan air, selebihnyahanya batuan gersang, ilalang kering dan terik matahari yang membakar kulit. Maka untuk pendakian guntur sangat disarankan untuk memakai topi, dan masker, juga lebih nikmat kalau mendaki malam hari karena akan terhindar dari cuaca panas yang membakar tulang. Di pos 3 ini ada pos volunter, yang gunanya untuk mendata kembali para pendaki yang akan melakukan pendakian ataupum perkemahan di atas, jika terjadi sesuatu dengan pendaki, maka petugas si pos 3 yang akan melakukan pertolongan lebih dulu sekaligus berkoordinasi dengan petugas di bawah, seperti halnya jika terjadi kebakaran hutan, karen memang guntur ini sering terjadi kebakaran hutan.

Setelah laporan di pos 3, kami melanjutkan perjalanan. Disini kekuatan fisik dan mental benar-benar di uji. Trek yang berpasir dan berbatu juga berdebu ditambah lagi tidak jarang sekali terdapat pohon, karena kebanyakan adalah ilalang-ilalang kering serta cuaca yang begitu panas dilengkapi dengan sudut kemiringan hampir 45 derajat, maka lengkaplah sudah rasanya penderitaan ini. Akan tetapi demi pembalasan dendam, hal itu tidak membuat kami pantang untuk pulang lagi sebelum menuju puncak!

Sekitar 1 jam perjalana dari pos 3 terlihat asap mulai membumbung, kami kira itu kebakaran dan ternyata iya, itu kebakaran hutan! Api yang terlihat masih dibawah ketika kami di curug, ternyata kini sudah samapai ke atas, bahkan lajunya melebihi kami. Kami kira api yang tadinya di bawah tersebut tidak akan sampai ke atas mengingat di bawah juga ada petugas perhutani, kami pikir mereka akan dengan sigap memadamkan api, ternyata tidak, kini api sudah ada dia atas kami. Semua pendaki yang berada diatas, bahkan di puncak dipaksa untuk turun kembali dan tidak melanjtkan perjalanan. Ini menjadi pengalaman yang luar biasa, karena pendakian kali ini kami hampir dikepung oleh api kebakaran hutan. Semua pendaki yang berada diatas lari terbirit-birit untuk menyelamatkan diri, bahkan sampai ada yang lempar-lempar cerrier juga agar bisa bergerak lebih cepat. Namun sepertinya hanya kami saja yang cukup santai, padahal kamilah yang paling dekat dengan titik api, karena kami mengambil jalur di sebelah selatan dimana titik apai itu juga muncul. Mengingat perjalanan ini tidak mungkin dilanjutkan sampai puncak karena terlalu berbahaya, kamipun putuskan untuk kembali pulang. Tidak, ini bukan kekalahan, tapi ini didesak oleh keadaan. Selagi perjalanan turun kembali ke pos 3 yang dengan santainya, kami teringat akan nasi padang yang kami bawa dari bawah, rasanya akan mubazir jika tidak dimakan, maka dari itu sebelum kembali ke pos 3, kami putuskan untuk MAKAN! cari tempat yang agar nyingcet dan terhindar dari panas matahari lalu kami santap itu bungkusan nasi padang, padahal tidak sampai 20 meter di depan kami sedang terjadi kebakaran. Dengan santainya kami nikmatai suap demi suap, dan ternyata luar biasa nikmatnya itu nasi padang. Setelah selesai dan api semakin mendekat, kami buru-buru turun, dengan lari agak terbirit-birit, akhirnya samapi juga di pos3. Ini berkah nasi padang, dengan nasi padang kami bisa lari ke bawah. Disana sudah banyak sekali rombongan yang berkumpul. Dan kebanyakan dari mereka memutuskan untuk turun gunung, begitu juga dengan kami.

kebakaran dilihat dari dekat

kebakaran dilihat dari pos 3

kebakaran dilihat dari dekat

Walau agak sedikit kecewa karena hanya tinggal sedikit lagi sampai puncak, kami turun gunung dengan legowo, sebagai obat kekecewaan, maka ngadem dulu di Curug Citiis. Tidak salah memang orang menamakannya Citiis, karena memang airnya dingin (tiis dalam bahasa sunda artinya dingin).
curug Citiis

Setelah cukup puas disitu kami lanjutkan perjalanan menuju rumah pak RT kembali, dan tiba disana pukul 14:00. Setelah di bawah dan ketika melihat keatas, perkiraan kami pos 3 telah habis dilalap api, mudah-mudahan tidak ada korban, semua selamat kembali sampai ke rumah masing-masing. Dan iya untuk Nasi padang kami namakan Nasi Padang Membara, karena kami santap berdekatan dengan api yang sedang membara hahaha.. 

23th

Mei 07, 2015
1.
Iya! Hari ini hari kamis tanggal 7 di bulan Mei tahun 2015 masehi, dan diluar sedang purnama, bulan yang begitu indah karena dilihat dari sini, dari bumi, iya! Selain dilihat dari jauh, bulan menjadi indah oleh karena ia memantulkan cahaya yang diterimanya dari matahari, itulah mengapa ia bisa nampak dari sini tanpa harus menggunakan alat khusus. Padahal sejatinya, bulan itu tiada bagus-bagusnya, permukaan yang gersang dan banyak lubang besar disana-sini tak ubahnya seperti bekas jerawat, tetapi ketika ia mampu memantulkan cahaya yang ia terima dan dilihat dari jauh, maka tampak cantiklah ia. Ini lah pencitraan, pandangan mata mampu menipu. Sedemikian hebatnya pencitraan dari bulan, sampai-sampai ia mampu menyusup pada bait-bait puisi yang oleh karenanya seorang bisa dikenal sebagai seorang penyair. Selain itu banyak pula lelaki yang menjadikan bulan sebagai bahan untuk merayu seorang wanita guna mendapatkan hatinya, entah untuk dipacari ataupun diperistri, seperti "ooh... sungguh wajahmu cantik bagaikan rembulan..." dll. Berarti hebat sekali wanita itu yang wajahnya bagai rembulan, ia nampak cantik jika ada cahaya dan dilihat dari kejauhan. Hahaha.....!

2.
Iya! Hari ini hari  kamis, tanggal 7 Mei 2015. Dan tepat di hari kamis ini pula 23 tahun yang lalu aku hadir dalam alam yang baru, alam dunia, setelah sebelumnya ada di alam rahim, di dalam perut ibu ku. Disana, di dalam perut ibu itu hanya sebentar, tidak sampai setahun pun. Karena itulah tidak ada seorangpun yang mampu mengingat apa yang mereka lakukan disana. Kalau boleh menerka, pastilah disana suasananya hangat, sangat nyaman, tidak perlu mandi, tidak perlu pergi sekolah, tidak harus mengerjakan PR, tidak usah upacara kalau hari senin. Ujian nasional pun tidak ada, apalagi ujian hidup, selama hidup disana tidak harus membuat skripsi atau tugas akhir, karena ijazah disana tidak berguna. Bahkan saking nyamannya, kalau lapar tinggal nyuruh ibu yang makan, kita tinggal merasakannya dan kenyang, tidak harus cape ke dapur ambil makanan, lalu repot-repot mengunyahnya. Sangat nyaman bukan? Hangat dan penuh kasih sayang! Tapi menurutku tidak bagi Ibu, ada manusia lain yang menumpang hidup di dalam perutnya pastilah sangat menyusahkan, dan tidak enak rasanya. Bagiku yang seorang lelaki sungguh tidak terbayangkan jika ada makhluk lain di dalam perut dan ikut menumpang hidup, bagai benalu. Membayangkan perut yang gendut seperti badut, lalu bobot tubuh yang bertambah setiap harinya, sungguh sangat mengerikan, apalagi pastilah tidak ada satu orang perempuan pun yang menginginkan berpenampilan layaknya seorang badut, tubuh gemuk dengan perut yang buncit. Setiap perempuan pastilah menginginkan penampilan yang cantik, tubuh langsing, berat yang ideal, tinggi semampay, sehingga terlihat sangat aduhay. Belum lagi gerak tubuh yang terbatas, cepat lelah karena banyak energinya yang kita hisap dari dalam perut, tapi itu semua tidak serta merta melunturkan semua kasih sayangnya, tidak ada keluh kesah yang terlontar lantaran ada makhluk asing yang bersarang diperutnya, yang ada hanyalah doa-doa yang terucap setiap harinya, agar makhluk asing, bakal calon manusia yang sedang bersarang di perutnya dapat lahir dengan selamat dan tumbuh seperti apa yang diinginkannya. Mungkin karena itulah Tuhan sungguh sayang pada tiap-tiap wanita yang menjadi ibu, Ia tidak memperkenankan ada yang hidup didalam perutnya lebih dari 9 bulan. Cukup 9 bulan bagi seorang ibu untuk mengandung anaknya. 

3.
Iya! Hari kamis, 7 Mei 1992, yang berarti tepat hari ini, genap sudah 23 tahun menjadi seorang manusia. Manusia yang masih saja menyusahkan. Tidak tahu malu memang! Tidak cukupkah 9 bulan menumpang hidup di dalam perut, 2 tahun harus menyusu, masih pula harus dimandikan, dibersihkan dari berbagai kotoran, bahkan tidak jarang pula buang air sembarangan, bahkan di kamar. Iya! ketika itu, ketika belum bisa bicara dan berjalan, bahkan belum tahu mana itu ibu dan siapa itu ayah. Selepas bisa bicara dan berjalan pun masih pula harus diberi makan, disekolahkan, di belikan pakaian, dan tanpa tahu malu merengek minta di belikan mainan, dibelikan smartphone, dibelikan sepeda motor. Bahkan ada pula anak yang minta dibelikan mobil sampai minta dikawinkan sekalipun. Lantas aku, apa yang telah aku berikan pada mereka? Uang, rumah, motor, mobil? Rasa-rasanya mereka tak memerlukan itu, nyata-nyatanya merekalah yang banyak memberikan uang padaku, bahkan selama 23 tahun ini. Malu? Tentulah malu, dan sudah sepantasnyalah aku malu. Iya! Malu akan diriku sendiri. Manusia berumur 23 tahun ini hanya bisa menyusahkan, tanpa bisa memberi apapun, bahkan sekedar ijazah diploma saja belum bisa diberikan. Lihatlah ayam, ayam tidak pernah menyusahkan induknya. Selepas di erami, seekor anak ayam dapat langsung mencari makan sendiri, induknya tidak perlu repot mencarikan makan untuk mereka, apalagi repot membelikan pakaian, memikirkan sekolahnya ataupun tidak perlu pusing mendengar rengekan anak-anaknya yang meminta smartphone model terbaru agar bisa diakui diantara kawan-kawannya. Bahkan sekarang ini, induk ayam tidak perlu repot-repot lagi mengerami telur-telurnya, karena sekarang tugas mengerami itu telah digantikan oleh alat penetas telur, yang repot adalah manusia yang harus menciptakan alat penetas telur tersebut. Aku yakin, kedua orang tua ku itu tidaklah menuntut hal yang muluk-muluk, dan akupun yakin ini adalah harapan setiap orang tua pada tiap-tiap anaknya. Aku yakin mereka tidak menuntut materi dan tidak akan pernah menuntut itu, aku yakin yang mereka inginkan hanyalah aku menjadi manusia yang seutuhnya sebagai seorang manusia, yang menjalankan kewajibannya, bermanfaat bagi manusia lainya, berlaku sesuai dengan garis haluan yang telah ditetapkan Tuhan yang tertulis dalam kitab suci, dengan Muhammad sebagai titik acuannya. 

4.
Iya! Kamis ini, 7 Mei 2015, manusia yang genap berumur 23 tahun itu yang kalian berinama Dicky Maulana Syarifudin, yang masih saja menyusahkan, tidak tahu malu, masih banyak meminta, dan belum kelar sarjana, hanya mampu mengatakan maaf! Maaf untuk dirimu, seorang wanita tangguh yang telah mengiklaskan perutnya untuk kutinggali selama 9 bulan, yang telah mengiklaskan air susunya untuk ku minum selama 2 tahun, seorang wanita tercantik di dunia ini yang ku sebut ibu, dan untuk mu seorang lelaki tampan yang kusebut bapa,  yang telah dengan sukarela mencurahkan tenaga untuk selalu siaga menjaga, membimbing dan mengajarkan berbagai pelajaran hidup pada anak lelakimu. Maaf karena telah banyak menyusahkan, maaf karena masih saja begitu bebal  dan seringkali tidak mengindahkan nasihat-nasihat kalian bahkan seringkali melawan. Dan yang pasti belum bisa hidup dengan benar dan membahagiakan kalian. Iya! Hanya maaf itulah yang baru bisa kuberikan, bahkan untuk doa-doa, rasanya aku masih saja sombong, bahkan berdoa untuk diriku sendiri saja aku sering lupa. Tapi aku yakin, tanpa di pinta pun kalian akan senantiasa mendoakan ku, dan ini juga yang kau yakini, bahwasanya tiap-tiap orang tua pasti selalu mendoakan anaknya tanpa si anak minta. Bahkan Ibu Malin Kundang pun dengan iklas dan sukarela mendoakan anaknya, sampai anaknya menjadi batu. Kalau bukan karena doa sang ibu, Malin Kundang mungkin tidak akan seterkenal seperti sekarang ini. 

5.
Kamis, 7 Mei 2015, ku ucapkan rasa syukur pada Tuhan Yang Maha Esa, karena masih diberi kesempatan untuk tetap tinggal di bumi miliknya, untuk tetap bisa menikmati segarnya udara pagi hari, walau kadang ku bangun siang, untuk masih bisa merasakan nasi telor buatan tukang burjo, untuk masih bisa menikmati segelas kopi yang dipadukan dengan sebungkus roti yang seringkali aku lupa membayarnya, dan untuk masi bisa bertatap muka dengan mu walau hanya lewat layar laptop. Tak lupa ku ucapkan pula doa-doa untuk kedua orang tua ku, semoga mereka senantiasa diberikan keberkahan, kesehatan, dan umur panjang selalu, serta untuk kedua adiku, semoga apa yang mereka cita-citakan dapat tercapai dan melebihi capaian dariku. Juga untuk diriku sendiri, cepatlah lulus kawan, perbaiki ibadahmu, dan jadilah manusia yang tidak menyusahkan manusia lainnya! Dan tak lupa bagi tanah airku, Indonesia, yang mau tidak mau juga harus aku doakan, karena 23 tahun aku menginjak tanahnya dan menghabiskan airnya, sederhana saja untuk Indonesia, semoga orang yang hidup ditanahmu sejahtera semua! Serta Alhamdulillah....!

Menyikapi Kasus Rembang (Pegunungan Kendeng) Biar Kekinian

April 12, 2015
Bingung juga sebetulnya harus mulai darimana untuk menyikapi kasus Rembang ini, mungkin karena tidak terlalu mengikuti perkembangan kasusnya, malah tadinya berpikiran kalau kasus pendirian pabrik semen ini sudah berakhir, ya tentunya dengan kemenangan si pemilik pabrik, seperti biasa disini masyarakat marhaen kalah dengan masyarakat industri kapitalis. Hal yang lumrah terjadi disini, tentu saja karena selain perkembangan masyarakat industry kapitalis yang lebih kurang selama 200 tahun melalui berbagai macam aksi penjarahan dan penghancuran terhadap berbagai macam sumber daya alam yang ada di bumi ini sehingga menghasilkan Imperialisme yang oleh Lenin di definisikan sebagai tahap tertinggi dari kapitalisme sehingga menciptakan jalan baru bagi kapitalisme ke seluruh penjuru dunia. Imperialisme yang dilakukan oleh negara-negara Barat dengan menjarah Sumber Daya Alam (SDA) dari negeri jajahan, tentunya telah membuat ekonomi negara sangat berkecukupan bahkan kelebihan uang, sebaliknya Sumber Daya Alam mereka sendiri mereka simpan dan jaga dengan sangat baik, sehingga ketika SDA negara jajahan telah habis, mereka bisa mulai mengolah SDA nya sendiri dan tentunya menjual hasilnya pada negara jajahan, maka selamanya negara tersebut akan terus terjajah secara sadar atupun tidak.  Maka Mahatma Gandhi berujar bahwa jika negeri yang dulu terjajah ingin menyamai ekonomi dari negara penjajah, negeri terjajah itu harus melakukan imperialisme selama seratus tahun dulu ke negara penjajah tersebut.

Jika menggunakan logika bahwa bumi ini bagaikan seekor sapi Limosin yang kalau tidak disembelih dan dimanfaatkan dagingnya akan mati dengan percuma, maka bumi ini akan sia-sia jika tidak di eksploitasi habis-habisan, karena toh akhirnya akan hancur juga (dalam hal ini kiamat). Tentu saja pola pikir tersebut merupakan pola pikir kapitalisme kontemporer, yang berarti bahwa pola produksi harus terus bergerak, ekspansi modal harus terus berjalan, eksploitasi bahan mentah harus terus dilakukan dan ketika itu semua berhenti maka kematian kapitalisme yang akan terjadi. 

KPMBC Yogyakarta Kalangan Intelektual Yang Menjadi Poros Tengah Bobotoh Persib Di Yogyakarta

April 06, 2015
Sejarah baru tercatat dalam dunia per-bobotoh-an di Yogyakarta. Setelah sebelumnya kelompok bobotoh di Yogyakarta di monopoli oleh Viking Yogya selama hampir 5 tahun, di tahun ke 5 itulah mulailah bermunculan kelompok-kelompok bobotoh lainnya yang tidak lain dan tidak bukan, baik langsung maupun secara tidak langsung sebetulnya Viking Yogya lah yang ikut membidani berdirinya kelompok-kelompok tersebut. Pun sebetulnya kehadiran kelompok-kelompok bobotoh itu tidak lepas juga dari trend perkembangan di Indonesia yang sekarang banyak mengadopsi gaya (dalam arti sebenarnya) suporter-suporter Eropa dalam, hal ini Inggris untuk masalah berpakaian dan Italy untuk masalah cara/bentuk kreatifitas dukungan.

Tercatat hari ini ada 3 kelompok bobotoh persib di Yogyakarta, yaitu Viking Yogyakarta, Yogyakarta Crew (ex: FCC) dan yang terbaru Bobotoh Liar Yogyakarta. Yang dari kedua kelompok baru tersebut merupakan kader jebolan Viking Yogya sendiri. Dalam hal ini Viking Yogya telah berhasil menciptakan kader-kader yang handal yang mampu mendirikan kelompoknya sendiri, ibarat partai Golkar yang dari kader-kadernya mampu mendirikan partai-partai baru, ini adalah bukti nyata dari sistem demokrasi dimana setiap individu dan kelompok berhak mengekspresikan pemikirannya sendiri. 

Alih-alih mendapatkan dukungan dan meramaikan dunia per-bobotoh-an di tanah Mataram,

Kedaulatan Indomie

Maret 29, 2015
SBY pun menjadikan jingle Indomie untuk kampanye nya
           

            Berbicara masalah kedaulatan tentunya berbicara juga tenatang keadaan negara. Sayangnya walaupun Indonesia masih tanah air ku tapi sekarnag tanah harus beli, begitu juga air maa sudah tidak relevan lagi rasanya jika berbicara Indonesia tanah airku, harusnya diganti Indonesia tanah airnya. Apalagi Indonesia sudah terbagi-bagi menjadi Indomie, Indocement, dan Indomobil, nesia-nya entah kemana mungkin dibuang ke kali, kalau dulu nyangkut di cendana mungkin kini nyangkutnya di Megawati.
            Kalau melihat Indomie yang sudah menjadi bagian dari Indo-nesia, sesungguhnya Indomie adalah produk cendana. Ya! Salah satu produk turunan dari bisnis keluarga Pak Harto. Karena ketika era keluar inilah keran impor gandum ke Indonesia dibuka selebar-lebarnya, dan sudah barang tentu kalian tahu bahwa Indomie itu bahan dasarnya adalah gandum, satu produk yang bahan pokoknya tidak ditanam disini. Mungkin ketika Menteri Pertanian Indonesia mengatakan bahwa sekarang konsumsi beras masyarakat menurun karena beralih ke mie instan ini ada hubungannya dengan sentimen rezim. Tapi ada yang dilupakan bapak menteri ini bahwa dalam keadaan tertentu Indomie hadir sebagai juru selamat. Juru selamat bagi mereka para mahasiswa di akhir bulan, pun ketika terjadi bencana alam, indomie-lah yang pertama hadir, bukan beras, apalagi Jokowi mustahil rasanya itu terjadi.

Maghrib

Februari 16, 2015
 Sebenarnya sudah sejak lama ingin menuliskan tentang ini, hanya saja selalu lupa dan malas sebetulnya, karena memang butuh motivasi lebih ternyata untuk sekedar menulis saja. Baru hari ini terpikir untuk menuliskanya kembali, terlebih setelah menonton sinetron yang tengah booming sekarang-sekarang ini, apalagi untuk orang-orang  Jawa Barat.
Gambar tema oleh Sookhee Lee. Diberdayakan oleh Blogger.