gambar dari krjogja.com |
Sebagai orang yang senang dengan kegiatan-kegiatan alam terbuka,
khususnya mendaki gunung, tidak pernah sama sekali terpikirkan untuk
membuat suatu tulisan tentang kegiatan mendaki gunung dan mengaitkannya
dengan filisofi dalam kehidupan. Baru kemarin pada tanggal 13-14 Agustus
2013 pada saat mendaki ke Papandayan sedikit terlintas kaitannya antara
mendaki gunung dengan filosofi kehidupan, dan saya putuskan untuk
dituangkan pada sebuah tulisan. Entah benar atau tidak tentang apa yang
saya tulis ini, tapi ini benar-benar hasil pemikiran saya sendiri,
karena saya bukanlah mahasiswa filsafat, tapi cukup menggemari buku-buku
filsafat yang menurut saya itu "keren" dan kadang-kadang memusingkan,
jadi mungkin tulisan ini tidaklah begitu penting dan tidak jelas juga
apa kaitanya..
Bagi sebagian orang kegiatan mendaki gunung ini bukanlah sesuatu hal
yang menyenangkan, bahkan saya akui sendiri kalau kegiatan ini sangat
amat melelahkan dan sangat menguras energi.
Bayangkan saja, kita harus
berjalan di tengah-tengah hutan dengan jalan menanjak dan berbatu dengan
kadang-kadang kemiringan mencapai 30 derajat, dan kadang pula harus
melewati sungai dan jurang-jurang yang tentunya berbahaya, di tambah
lagi dengan harus membawa perlengkapan dan perbekalan di dalam cariel.
Selain itu juga mempunyai resiko tinggi, dari mulai jatuh atau
terpeleset, tersesat, terkena badai, sampai pada kematian karena
berbagai macam faktor, tak jarang pula para pendaki mengalami hal-hal
mistis di luar nalar yang terkadang kejadian-kejadian seperti itu
membuat mereka celaka. Tapi bagi saya dan bagi yang lainnya yang memang
senang dengan kegiatan pendakian, semua itu akan terbayar dengan
pemandangan di setiap perjalanan dan juga ketika berhasil mencapai
puncak.
Lantas apa hubungannya antara mendaki gunung dengan kehidupan??
Jika di ibaratkan, kegiatan mendaki gunung ini adalah bagaikan sebuah
kehidupan. Tujuan mendaki gunung adalah mencapai puncaknya, begitu juga
dengan kehidupan, yang kita tuju adalah “puncak”, puncak dari
kehidupan, puncak dari keimanan, puncak dari keridoan, puncak dari
keiklasan, dan tentunya puncak itu surga. Dalam perjalanan menuju
puncak, tentu tidak mudah, kita akan menghadapi jalur yang terjal,
curam, berliku-liku, vegetasi yang rapat, jalan berbatu dan licin serta
massih banyak lagi tantangan-tantangan lainnya. Begitu juga dengan
kehidupan, di dalam menjalani kehidupan ini tidak semuanya berjalan
lancar, pasti banyak sekali cobaannya, banyak sekali rintangan-rintangan
yang menghadang, yang kadang membuat seseorang putus asa, tapi demi
mencapai puncak kita harus melaluinya. Apapun kondisi di
lapangan/diperjalanan kita jangan pernah untuk menyerah, semaksimal
mungkin manfaatkan keadaan di sepanjang perjalanan, karena ketika kita
menyerah dengan kondisi track yang ada kita tidak akan pernah mencapai
puncak, bahkan hanya akan mati sia-sia di perjalanan.
Sebelum melakukan perjalanan pendakian, tentunya kita harus
mempersiapkan dahulu perlengkapan dan logistic yang cukup yang akan
kita bawa nanti sebagai bekal dalam pendakian, yang kesemuanya diletakan
di dalam cariel yang akan kita letakan di punggung kita nanti. Begitu
pula dengan hidup, harus mempunyai bekal dan alat yang cukup. Bekal itu
bisa berupa ilmu, amal, harta dll. Walau terkadang berat untuk
mendapatkannya, tapi itu adalah hal yang wajib kita punya, kalau tidak
kita tidak akan pernah bisa sampai puncak. Jangan sampai sebelum
mencapai puncak kita sudah kehabisan bekal. Selain mempersiapkan bekal
logistic, kita pun harus mempersiapkan mental dan fisik kita, karena
akan percuma jika semua perlengkapan logistic sudah siap, tapi mental
dan fisik kita tidak siap, kita tidak akan mampu untuk melakukan
pendakian) bahkan untuk membawa cariel pun tidak sanggup, maka semuanya
kembali akan sia-sia. Kita tidak akan bisa melakukan pendakian, bilapun
sanggup, kita akan sangat repot bahkan mungkin tertatih-tatih, atau
lebih parahnya kita mati di perjalanan. Begitupun dengan hidup, harus
siap mental dan fisik, mental kita harus siap dengan apapun yang akan
terjadi dalam kehidupan kita.
Didalam melakukan pendakian, biasanya para pendaki tidak hanya
memilih lewat satu jalur saja, banyak jalur yang bisa dilalui untuk
mencapai puncak, ada jalur yang cukup landai tapi jarak yang panjang dan
waktu tempuh yang cukup lama, ada pula jalur yang terjal tapi memiliki
jarak yang pendek dan waktu tempuh yang cukup singkat. Tapi tidak jarang
pula yang salah mengambil jalur dan akhirnya tersesat. Begitupun dengan
hidup, setiap orang dalam tujuannya mencapai “puncak” memilih jalannya
masing-masing, ada yang memilih jalur yang landai, yang aman-aman saja
tapi pasti, ada pula yang memilih jalur-jalur ekstrim, dan sekarang
banyak orang memilih jalur-jalur yang malah bisa menyesatkannya.
Memang mendaki gunung itu kegiatan yang melelahkan, banyak menguras
energy, tapi jika di jalani dengan kesenangan, dijalani dengan
keiklasan, semua itu tidak akan terasa, dan bahkan akan terbayar dengan
pemandangan-pemandangan di setiap perjalanan, dan pemandangan di puncak
gunung sana, hidup pun jika di jalani dengan penuh kesenangan, penuh
keiklasan Insya Allah semua akan terasa mudah, dan akan terbayar nanti
di “puncak” kelak.
Post a Comment