sumber foto : jurnal berita.com |
Dalam persepsi umum pelacur identikdengan sosok perempuan yang
menjual kehormatan diri dan tubuhnya demiuang. Dalam keseharian
masyarakat umum memberikan penilaian bahwa pelacur dianggap sebagai
manusia kotor dan najis, bahkan mereka dianggap tidak lagi memiliki
kehormatan diri sebagai manusia.Pandangan diatas memberi penilaian bagi
para PSK sebagai pelacur sangat relatif nilai kebenarannya, karena
tergantung siapa yang menilai dan seperti apa pemahaman sang penilainya.
Bila meninjau darisisi etimologi bahasa, kata lacur diartikan sebagai perbuatan tidak baik, sehingga pelacur berarti seseorang yang melakukan perbuatan tidak baik dan tidak terpuji.
Dengan pengertian ini, setiap orang yang berbuat tidak baik atau
bertentangan dengan norma masyarakat kiranya pantas disebut pelacur,
tidak kecuali siapapun.
Namun kenyataanya hingga saat ini, hanya PSK saja
yang diidentikan dengan pelacur, yang pada akhirnya penempelan kata
tersebut membawa dampak bagi setiap perempuan pekerja seks untuk
dikucilkan,diasingkan,hingga dipandang rendah dalam strata hubungan
sosial.
Kita seharusnya berpikir ulang
untuk mengkaji kembali stigmatisasi perempuan pekerja seks komersial
yang dilabel dengan kata “pelacur” tersebut, perbuatan menjual diri ini
seakan dianggap paling buruk dan hina dalam pergaulan sosial dibandingkan
dengan perbuatan tidak baik lainnya seperti korupsi,manipulasi, makelar
kasus (markus), dan lain-lain, yang mengeksploitasi ambisi pribadi.
Padahal dengan membaca kisah-kisah yang memberikan uraian kenapa
seseorang bisa sampai terjerat dalam pusaran prostitusi, sesungguhnya hal
tersebut sama sekali diluar kehendak mereka.
Kisah-kisah dari pelaku prostitusis aktif dan mereka yang telah berhasil
keluar dari jurang kelam bisnisjasa layanan tubuh, jelas membawa pesan
bahwa mereka pun tidak ingin atau bercita-cita sebagai pelaku aktivitas
transaksi prostitusi.Sedangkan apa yang dilakukan oleh para koruptor di
negeri ini justru dilakukan dengan sengaja, dan menjadi pilihan
yang diambil secara sadar dengan motivasi tidak hanya demi uang tapi juga
demi jabatan, kedudukan dan kekuasaan. Suatu perbuatan yang
dilakuakan bukan karena keterpaksaan ekonomi misalnya, melainkan
karena keserakahan, dengan menjual kepercayaan, kebenaran, kejujuran
dan keadilan yang mengatasnamakan rakyat, serta nilai-nilai
dasar kehormatan manusia. Kerugian yang dialami oleh masyarakat
akibat seseorang yang menjadi wanita penghibur tidak akan lebih
besar daripada kelakuan seorang koruptor yang menilep anggaran
pendidikan atau jaminan kesehatan masyarakat.
Lantas
manakah yang lebih baik, para pekerja seks yang dalam keterpaksaan demi
menghidupi keluarga mereka,merelakan tubuhnya diperdagangkan? Atau para
koruptor yang secara rakus memakan uang dan hak rakyat atas nama
ketamakan dan keserakahan, yang begitu banyak berkeliaran dan
menggerogoti sendi-sendi kehidupan bernegara dan tata pemerintahan di
negeri ini.Ada kebimbangan dalam benak kita menilai dengan jujur, lebih
kotormana antara pelacur dan koruptor.
Keduanya
memang tidak bisa dipilih secara hitam atau putih, benar atau salah.
Penilaian yang diberikanatas apa yang telah mereka perbuatpun harus
melihat kasus per kasus,untuk membangun sudut pandang objektif. Tetapi
sebutan pelacursungguh tidak adil jika hanya ditujukan pada perempuan
pekerja sekssaja, karena konotasi kata tersebut sangat diskriminatif dan
menambahbeban psikologis mereka.
(Sumber : Dolly Kisah Pilu YangTerlupakan ; 135-137)
(Sumber : Dolly Kisah Pilu YangTerlupakan ; 135-137)
Post a Comment